Selasa, 15 November 2011

Penyakit Ginjal Kronis

Terdapat beberapa istilah yang menunjukkan keadaan gangguan gagal ginjal yang sifatnya kronis.  Istilah Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronic Renal Failure (CRF), Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Desease (ESRD), dan yang sekarang baku  dan umum adalah Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Desease (CKD).
1. Pengertian
Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya selama tiga bulan atau lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal; termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau urine serta ada tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan (Konsensus Dialisis, 2003).
Penyakit ginjal kronis merupakan kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan LFG dengan presentasi: kelainan struktur hispatologis ginjal, petanda kerusakan ginjal meliputi kelainan komposisi darah dan urin atau uji pencitraan ginjal; LFG < 60 ml/mnt/1,73 m2  ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Sukandar, 2006).
Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum diagnosis ditegakkan (NKF-DOQI; 2002).
Adapun pengertian dari gagal ginjal kronis adalah ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh yang muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir. Definisi lain menyebutkan bahwa gagal ginjal kronis adalah penurunan semua faal ginjal secara bertahap diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. (Nefrologi Klinik, 2006).
Gagal ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal akibat berbagai penyakit ginjal kronis yang berkembang secara progresif dan fungsi ginjal tidak bisa pulih kembali (Prodjosudjadi, 2005).
2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis
Kasifikasi penyakit ginjal kronis dibagi menjadi lima stadium berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG) seperti digambarkan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Penyakit Ginjal Kronis

Stadium
Deskripsi
LFG
1
kerusakan ginjal
>90
2
penurunan fungsi ginjal ringan
60-89
3
penurunan fungsi ginjal sedang
30-59
4
penurunan fungsi ginjal berat
15-29
5
gagal ginjal
<15
Sumber: Nefrologi Klinik 2006

3.  Penyebab Penyakit  Ginjal Kronis
Terdapat pergeseran penyabab penyakit ginjal kronis dari infeksi ke diabetes dan darah tinggi, penyebab yang erat kaitannya dengan gaya hidup dan diet.  Diabetes dan darah tinggi grafiknya cenderung meningkat sedangkan infeksi menurun.  Berikut ini data penyebab penyakit ginjal tahap akhir di mana terlihat tendensi peningkatan dan penurunan pada penyebab-penyebab tertentu. Glomerulonefritis sebagai 60% penyebab gagal ginjal kronis lebih banyak diderita pada kelompok usia 20-40 tahun dan pria (Sukandar, 2005).
Tabel 2.2 Penyebab Penyakit Ginjal Tahap Akhir

Penyakit Ginjal
1989
1996
2000
Glomerulonefritis
40,12%
46,39%
39,64%
Nefropati Obstruktif
36,07%
12,85%
13,44%
Nefropati Diabetik
6,13%
18,65%
17,54%
Nefropati Lupus
4,17%
0,16%
0,23%
Ginjal Polikistik
2,21%
1,41%
2,51%
Hipertensi
2,09%
8,46%
15,72%
Tidak diketahui
9,32%
15,20%
10,93%
Sumber: Nefrologi Klinik 2006
4.  Patofisiologi
Pendekatan hipotesis Bricker atau intac nephron (hipotesis nefron utuh) berpendapat bahwa bila nefron terganggu maka seluruh unitnya akan hancur namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal.  Uremia akan terjadi bila jumlah nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.  Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal progresif dapat diuraikan dari segi hipotesis nefron utuh.  Meskipun penyakit ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang harus dieksresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif.  Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.  Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal.  Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh masa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal.  Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah.  Namun akhirnya, kalau sekitar 75% masa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan.  Fleksibilitas baik pada proses eksresi maupun proses konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang.






 













Kehilangan cairan tubuh
 
Poliuri
 
                                                                                             
 









Gambar 2.1  Patofisiologi Gagal Ginjal Terminal
Sumber: modifikasi dari Fatofisiologi (Price, 2006)



 







Gambar 2.2 Hipertensi Dan Gangguan Fungsi Ginjal
Sumber: Prodjosudjadi, 2005

 








Gambar 2.3 Hipotesis Regulasi Tekanan Darah Pada Azotemia
Sumber: Nefrologi Klinik 2006

5. Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Terminal
1) Biokimia : asidosis metabolik (HCO3- serum 18-20 mEq/L), azotemia, hiperkalemia, retensi atau pembuangan natrium, hipermagnesemia, hiperurisemia.
2) Genitourinaria : poliuria, berlanjut menjadi oliguria, lalu anuria, nokturia pembalikan irama diurnal, berat jenis urine tetap 1,010; proteinuria, silinder, hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas.
3) Kardiovaskuler : hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih, edema, gagal jantung kongestif, perikarditis (friction rub), disritmia. 
4) Pernapasan : kusmaul, dispnea, edema paru, pneumonitis.
5) Hematologik : anemia, kelelahan, hemolisis, kecenderungan perdarahan, menurunnya resistensi terhadap infeksi (infeksi saluran kemih, pneumonia, septikemia).
6) Kulit : pucat, pigmentasi, perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis-garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein), pruritus, kristal uremik, kulit kering, memar.
7) Saluran cerna : anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, bau napas amoniak, rasa kecap logam, mulut kering, stomatitis, parotitis, gastritis, enteritis, perdarahan saluran cerna, diare.
8) Metabolisme intermedier :
a) Protein : intoleransi, sintesis abnormal
b) Karbohidrat : hiperglikemi, kebutuhan insulin menurun
c) Lemak : peningkatan trigliserida,
d) Mudah lelah
9) Neuromuskular :
a) Otot mengecil dan lemah
b) Sistem saraf pusat : penurunan ketajaman mental, konsentrasi buruk, apati, letargi/gelisah, insomnia, kekacauan mental, koma, otot berkedut, asteriksis, kejang
c) Neuropati perifer : konduksi saraf lambat, sindrom restless leg, perubahan sensorik pada ekstremitas, parastesi, perubahan motorik, foot drop yang berlanjut menjadi paraplegia.
10) Gangguan kalsium dan rangka : hiperfosfatemia, hipokasemia, hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi ginjal, fraktur patologik (demineralisasi tulang), deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru), konjungtivitis (mata merah uremik).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar