BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis merupakan
permasalahan pada sistem perkemihan dengan
jumlah
penderita yang
masih tinggi dan cenderung meningkat, penyebab yang luas dan kompleks, sering
tanpa keluhan dan gejala kecuali sudah terjun ke stadium terminal. Jutaan orang meninggal dini akibat penyakit
kardiovaskular yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis (PGK). Diperkirakan tahun 2015 sekitar 36 juta orang meninggal
dunia akibat penyakit ginjal. Berikut ini data
dari lembaga resmi Indonesian Renal
Registry tentang jumlah penderita PGK di Indonesia dan Jawa Barat yang
menunjukkan peningkatan. Jumlah penderita PGK di Indonesia pada tahun
2007, 2008 dan 2009 adalah 4038, 4259 dan 6067 orang. Jumlah penderita PGK di
Jawa Barat pada tahun yang sama adalah 1085, 1603 dan 1819 orang. Banyaknya anggota masyarakat
kota Sumedang
yang menderita gagal ginjal terminal dapat dilihat dari data klien baru ke Unit Hemodialisis
dan masih terdapatnya daftar tunggu untuk mendapat pelayanan cuci darah rutin.
Jumlah klien
gagal ginjal terminal baru yang harus dihemodialisis pada tahun 2008 adalah 84
orang dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 97 orang (meningkat 15,48%). Jumlah daftar tunggu klien dengan gagal ginjal terminal
untuk mendapatkan jadwal hemodialisis rutin sekitar 21 orang (70% dari
kapasitas). Penyakit ginjal terminal memerlukan terapi pengganti ginjal yaitu
transplantasi ginjal dan dialisis.
Dialisis terdiri dari peritonial dialisis dan hemodialisis.
Hemodialisis merupakan salah satu
bentuk terapi
pengganti ginjal (renal replacement
theraphy) di mana dalam prosesnya darah dialirkan keluar tubuh (extra corporeal circulation) dan darah
masuk ke dalam ginjal buatan/dializer. Di dalam dializer ini darah didialisis dan diultra
filtrasi. Setelah darah melewati ginjal
buatan darah masuk melalui akses darah. Proses hemodialisis rutin berlangsung
selama empat jam. Indikasi hemodialisis
dilakukan saat ginjal tidak mampu melaksanakan fungsinya. Keadaan akut yang menjadi indikasi segera (cyto) meliputi hiperkalemia, asidosis, oedem paru/overhidrasi yang
tidak respon terhadap pengobatan.
Keadaan lain yang menjadi indikasi hemodialisis meliputi keracunan,
intoksikasi obat.
Mekanisme hemodialisis terjadi pada
dializer. Di dalam dializer terdapat dua
kompartemen yang dipisahkan oleh membran semipermeabel sebagai saringan. Pada kedua kompartemen tersebut dialirkan
darah dan dialisat dengan arah yang berlawanan (counter current). Di dalam
dializer terjadi proses dialisis melalui mekanisme difusi yang timbul akibat
gradien konsentrasi. Terjadi juga proses ultra filtrasi melalui mekanisme
konveksi yang timbul akibat gradien tekanan diantara dua kompartemen. Proses
ultra filtrasi merupakan proses penarikan cairan tubuh dari klien. Jumlah penarikan cairan tubuh yang ditarik
bervariasi dari rentang 0,4 liter sampai 6,4 liter tergantung peningkatan berat
badan interdialitik dari berat badan kering.
Proses hemodialisis memerlukan sirkulasi ekstra korporeal yaitu
perputaran darah yang dicuci di luar tubuh sekitar 200 cc. Penarikan cairan dan adanya sirkulasi akan
menurunkan cairan intra vaskuler. Dengan jumlah cairan intra vaskuler yang
menurun, tekanan terhadap dinding atrium kanan akan menurun. Tekanan yang menurun ini akan sebanding
dengan tekanan ventrikel kiri saat memompakan darah ke seluruh tubuh yang
disebut tekanan sistolik (hukum Frank Starling).
Kondisi gagal ginjal terminal
menimbulkan overhidrasi, retensi natrium, aktivasi renin, rangsangan simpatis
dan faktor vasokonstriktor pada endotelium yang menyebabkan hipertensi. Hipertensi dan gagal ginjal kronis merupakan
daur sebab akibat. Hipertensi merupakan
penyebab kedua gagal ginjal kronis dan dengan gagal ginjal dapat terjadi
hipertensi. Insidensi hipertensi pada
gagal ginjal terminal meliputi 70-80% populasi gagal ginjal terminal. Jumlah penderita hipertensi pada klien yang menjalani
hemodialisis rutin di RSUD Sumedang adalah 87,88% (29 dari 33 orang). Hal ini kontradiktif dengan salah satu mekanisme
hemodialisis di mana pada setiap tindakan hemodialisis dilakukan penarikkan
cairan tubuh yang pada seharusnya menurunkan tekanan darah. Hipertensi
merupakan gangguan kardiovaskuler yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
dan morbiditas pasien hemodialisis.
Hipertensi tingkat I dan II pada pasien gagal ginjal terminal yang
menjalani hemodialisis biasanya tanpa keluhan. Dengan hipertensi, kualitas hidup pasien
menjadi semakin rendah setelah sebelumnya rendah akibat gagal ginjal.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
tekanan darah pada klien
hemodialisis selain jumlah cairan tubuh meliputi aktivasi renin, stimulasi
saraf simpatis, keadaan endotelium pembuluh darah, usia, berat badan, obat anti
hipertensi, penyakit penyerta, jenis dialisat, kandungan sodium dialisat, suhu
dialisat. Sekitar 50% penyebab
hipertensi adalah status cairan tubuh (Sukandar,
2005) sedangkan 14% meningkatnya tekanan darah adalah akibat aktivasi renin dan
sistem simpatis.
Pada prinsipnya peran fungsi perawat
adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia. Perawat mempunyai kewenangan untuk bekerja sama dengan
profesional kesehatan lainnya untuk mencari penanganan terbaik bagi klien. Perawat berkolaborasi dengan ahli
hemodialisis saat saat klien mengalami komplikasi misalnya hipertensi yang
tidak terkendali. Dengan kewenangan
tersebut, perawat bertanggung jawab dan akuntabilitas terhadap kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan.
Perawat harus terus memperbaharui pengetahuan/sains dan keterampilan
teknis. Pada peran pemberi layanan, perawat membantu klien
memperoleh kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal melalui proses
pemulihan. Pemulihan tidak melibatkan unsur fisik saja, melainkan juga meliputi
pengembalian kesejahteraan emosional, spiritual dan sosial (Potter, 2009). Perawat sebagai care provider sehingga bila pasien
mengalami gangguan sirkulasi perawat wajib memberikan asuhan. Sebagai perawat dialisis kita dituntut
berkontribusi dalam penanganan perubahan tekanan darah yang bisa mengancam keselamatan klien dialisis. Untuk itu dituntut dasar pengetahuan yang
cukup melalui penguasaan konsep-konsep yang relevan dan penelitian-penelitian
dengan latar hemodialisis.
Fakta hasil studi pendahuluan yang
didapatkan melalui observasi pada
10 klien yang menjalani
hemodialisis rutin dan dilakukan ultra filtrasi (penarikan cairan tubuh) pada
bulan maret 2010 didapatkan data 3 orang mengalami peningkatan tekanan
sistolik, 3 orang tidak mengalami perubahan tekanan sistolik, dan 4 orang
mengalami penurunan tekanan sistolik.
Pada tekanan diastolik didapatkan 1 orang mengalami peningkatan, 3 orang
tetap dan 6 orang mengalami penurunan.
Dampak dari peningkatan berat badan yang ekstrim, klien dapat mengalami
penurunan tekanan darah. Pada bulan
maret 2010 terjadi enam kali kejadian hipotensi pada tiga klien (9,09% dari
seluruh klien rutin hemodialisis).
Riset sebelumnya
tentang cairan tubuh dan tekanan darah pada klien yang menjalani hemodialisis
yang berjudul: Hubungan Antara Parameter Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio
Impedance Analysis Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hemodialisis Reguler
yang disusun oleh Lubis pada tahun 2008, disimpulkan bahwa pada penelitian ini
didapatkan hubungan korelasi yang positif antara TBW(%), ECW(Lt), ECW/TBW(%)
dan ECW/ICW(%) dengan derajat hipertensi.
Dalam jurnal Hemodialysis
International, disebutkan bahwa pengendalian hipertensi pada klien hemodialisis
dilakukan dengan penarikan cairan (ultra filtrasi) saat dialisis dan diet
pembatasan asupan garam (Journal of the
International Society for Hemodialysis, volume II, April 2007).
Tekanan ventrikel kiri menunjukkan kontraksi ventrikel
kiri yang mencerminkan besarnya tekanan yang ditimbulkan oleh volume darah yang
masuk atrium kanan pada dinding atrium kanan sehingga dari sini terlihat
pengaruh cairan tubuh intravaskuler terhadap tekanan sistolik (hukum Starling). Dari fenomena-fenomena tersebut penulis
tertarik untuk melakukan penelitian hubungan jumlah penarikan cairan tubuh dengan tekanan darah di Instalasi Hemodialisis di RSUD Sumedang.
B. Rumusan
Masalah
Tinggi dan meningkatnya
jumlah penderita penyakit ginjal kronis diikuti dampak dari penyakit yang
mempengaruhi kualitas hidup klien sehingga kebutuhan dasarnya mengalami
gangguan. Penyakit ginjal kronis memerlukan terapi pengganti ginjal salah
satunya hemodialisis. Setiap tindakan hemodialisis tidak terlepas dari
mekanisme ultra filtrasi, yaitu penarikan cairan tubuh akibat penumpukan cairan
tubuh. Di Instalasi Hemodialisis Rumah
Sakit Umum Daerah Sumedang ditemukan fenomena tingginya angka hipertensi pada
pasien hemodialisis rutin sedangkan pada setiap hemodialisis dilakukan
penarikan cairan tubuh. Berdasarkan
uraian di atas,
maka peneliti membuat perumusan masalah sebagai berikut “Apakah ada pengaruh penarikan cairan tubuh
terhadap tekanan darah
pada klien
hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk
mengetahui pengaruh penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah pada klien
hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui bagaimana
karakteristik klien hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
2) Untuk mengidentifikasi
tekanan darah klien hemodialisis sebelum dilakukan
penarikan cairan di
Instalasi
Hemodialisis RSUD Sumedang.
3) Untuk
mengidentifikasi tekanan darah klien hemodialisis setelah dilakukan penarikan
cairan di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
4) Untuk mengidentifikasi
pengaruh jumlah penarikan
cairan tubuh terhadap tekanan
darah padan klien hemodialisis di Instalasi
Hemodialisis RSUD Sumedang.
D. Manfaat
Penelitian
1. Manfaat
Teoritik
Sebagai masukan dalam pengembangan ilmu khususnya di
bidang Keperawatan Medikal Bedah yaitu klien dengan gangguan sistem perkemihan.
2. Manfaat Praktis
Sebagai salah satu langkah program
efektif dalam penatalaksanaan perawatan hipertensi yang merupakan komplikasi
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar