Jumat, 10 Agustus 2012

skripsi bab I


BAB I   
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis merupakan permasalahan pada sistem perkemihan dengan jumlah penderita yang masih tinggi dan cenderung meningkat, penyebab yang luas dan kompleks, sering tanpa keluhan dan gejala kecuali sudah terjun ke stadium terminal.   Jutaan orang meninggal dini akibat penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis (PGK).   Diperkirakan tahun 2015 sekitar 36 juta orang meninggal dunia akibat penyakit ginjal.  Berikut ini data dari lembaga resmi Indonesian Renal Registry tentang jumlah penderita PGK di Indonesia dan Jawa Barat yang menunjukkan peningkatan.  Jumlah penderita PGK di Indonesia pada tahun 2007, 2008 dan 2009 adalah 4038, 4259 dan 6067 orang. Jumlah penderita PGK di Jawa Barat pada tahun yang sama adalah 1085, 1603 dan 1819 orang.  Banyaknya anggota masyarakat kota Sumedang yang menderita gagal ginjal terminal dapat dilihat dari data klien baru ke Unit Hemodialisis dan masih terdapatnya daftar tunggu untuk mendapat pelayanan cuci darah rutin. Jumlah klien gagal ginjal terminal baru yang harus dihemodialisis pada tahun 2008 adalah 84 orang dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 97 orang (meningkat 15,48%).  Jumlah daftar tunggu klien dengan gagal ginjal terminal untuk mendapatkan jadwal hemodialisis rutin sekitar 21 orang (70% dari kapasitas). Penyakit ginjal terminal memerlukan terapi pengganti ginjal yaitu transplantasi ginjal dan dialisis.  Dialisis terdiri dari peritonial dialisis dan hemodialisis.
Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement theraphy) di mana dalam prosesnya darah dialirkan keluar tubuh (extra corporeal circulation) dan darah masuk ke dalam ginjal buatan/dializer.  Di dalam dializer ini darah didialisis dan diultra filtrasi.  Setelah darah melewati ginjal buatan darah masuk melalui akses darah. Proses hemodialisis rutin berlangsung selama empat jam.   Indikasi hemodialisis dilakukan saat ginjal tidak mampu melaksanakan fungsinya.  Keadaan akut yang menjadi indikasi segera (cyto) meliputi hiperkalemia, asidosis, oedem paru/overhidrasi yang tidak respon terhadap pengobatan.  Keadaan lain yang menjadi indikasi hemodialisis meliputi keracunan, intoksikasi obat.
Mekanisme hemodialisis terjadi pada dializer.  Di dalam dializer terdapat dua kompartemen yang dipisahkan oleh membran semipermeabel sebagai saringan.  Pada kedua kompartemen tersebut dialirkan darah dan dialisat dengan arah yang berlawanan (counter current).  Di dalam dializer terjadi proses dialisis melalui mekanisme difusi yang timbul akibat gradien konsentrasi. Terjadi juga proses ultra filtrasi melalui mekanisme konveksi yang timbul akibat gradien tekanan diantara dua kompartemen.  Proses  ultra filtrasi merupakan proses penarikan cairan tubuh dari klien.  Jumlah penarikan cairan tubuh yang ditarik bervariasi dari rentang 0,4 liter sampai 6,4 liter tergantung peningkatan berat badan interdialitik dari berat badan kering.  Proses hemodialisis memerlukan sirkulasi ekstra korporeal yaitu perputaran darah yang dicuci di luar tubuh sekitar 200 cc.  Penarikan cairan dan adanya sirkulasi akan menurunkan cairan intra vaskuler. Dengan jumlah cairan intra vaskuler yang menurun, tekanan terhadap dinding atrium kanan akan menurun.  Tekanan yang menurun ini akan sebanding dengan tekanan ventrikel kiri saat memompakan darah ke seluruh tubuh yang disebut tekanan sistolik (hukum Frank Starling).
Kondisi gagal ginjal terminal menimbulkan overhidrasi, retensi natrium, aktivasi renin, rangsangan simpatis dan faktor vasokonstriktor pada endotelium yang menyebabkan hipertensi.  Hipertensi dan gagal ginjal kronis merupakan daur sebab akibat.  Hipertensi merupakan penyebab kedua gagal ginjal kronis dan dengan gagal ginjal dapat terjadi hipertensi.  Insidensi hipertensi pada gagal ginjal terminal meliputi 70-80% populasi gagal ginjal terminal.  Jumlah penderita hipertensi pada klien yang menjalani hemodialisis rutin di RSUD Sumedang adalah 87,88% (29 dari 33 orang).  Hal ini kontradiktif dengan salah satu mekanisme hemodialisis di mana pada setiap tindakan hemodialisis dilakukan penarikkan cairan tubuh yang pada seharusnya menurunkan tekanan darah. Hipertensi merupakan gangguan kardiovaskuler yang menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pasien hemodialisis.  Hipertensi tingkat I dan II pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis biasanya tanpa keluhan. Dengan hipertensi, kualitas hidup pasien menjadi semakin rendah setelah sebelumnya rendah akibat gagal ginjal. 
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tekanan darah pada klien hemodialisis selain jumlah cairan tubuh meliputi aktivasi renin, stimulasi saraf simpatis, keadaan endotelium pembuluh darah, usia, berat badan, obat anti hipertensi, penyakit penyerta, jenis dialisat, kandungan sodium dialisat, suhu dialisat.  Sekitar 50% penyebab hipertensi adalah status cairan tubuh (Sukandar, 2005) sedangkan 14% meningkatnya tekanan darah adalah akibat aktivasi renin dan sistem simpatis.
Pada prinsipnya peran fungsi perawat adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia.  Perawat mempunyai kewenangan untuk bekerja sama dengan profesional kesehatan lainnya untuk mencari penanganan terbaik bagi klien.  Perawat berkolaborasi dengan ahli hemodialisis saat saat klien mengalami komplikasi misalnya hipertensi yang tidak terkendali.  Dengan kewenangan tersebut, perawat bertanggung jawab dan akuntabilitas terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.   Perawat harus terus memperbaharui pengetahuan/sains dan keterampilan teknis.  Pada peran pemberi layanan, perawat membantu klien memperoleh kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal melalui proses pemulihan. Pemulihan tidak melibatkan unsur fisik saja, melainkan juga meliputi pengembalian kesejahteraan emosional, spiritual dan sosial (Potter, 2009). Perawat sebagai care provider sehingga bila pasien mengalami gangguan sirkulasi perawat wajib memberikan asuhan.  Sebagai perawat dialisis kita dituntut berkontribusi dalam penanganan perubahan tekanan darah yang bisa mengancam keselamatan klien dialisis.  Untuk itu dituntut dasar pengetahuan yang cukup melalui penguasaan konsep-konsep yang relevan dan penelitian-penelitian dengan latar hemodialisis.
Fakta hasil studi pendahuluan yang didapatkan melalui observasi pada 10 klien yang menjalani hemodialisis rutin dan dilakukan ultra filtrasi (penarikan cairan tubuh) pada bulan maret 2010 didapatkan data 3 orang mengalami peningkatan tekanan sistolik, 3 orang tidak mengalami perubahan tekanan sistolik, dan 4 orang mengalami penurunan tekanan sistolik.  Pada tekanan diastolik didapatkan 1 orang mengalami peningkatan, 3 orang tetap dan 6 orang mengalami penurunan.   Dampak dari peningkatan berat badan yang ekstrim, klien dapat mengalami penurunan tekanan darah.  Pada bulan maret 2010 terjadi enam kali kejadian hipotensi pada tiga klien (9,09% dari seluruh klien rutin hemodialisis).
Riset sebelumnya tentang cairan tubuh dan tekanan darah pada klien yang menjalani hemodialisis yang berjudul: Hubungan Antara Parameter Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio Impedance Analysis Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hemodialisis Reguler yang disusun oleh Lubis pada tahun 2008, disimpulkan bahwa pada penelitian ini didapatkan hubungan korelasi yang positif antara TBW(%), ECW(Lt), ECW/TBW(%) dan ECW/ICW(%) dengan derajat hipertensi.  Dalam jurnal Hemodialysis International, disebutkan bahwa pengendalian hipertensi pada klien hemodialisis dilakukan dengan penarikan cairan (ultra filtrasi) saat dialisis dan diet pembatasan asupan garam (Journal of the International Society for Hemodialysis, volume II, April 2007). 
 Tekanan ventrikel kiri menunjukkan kontraksi ventrikel kiri yang mencerminkan besarnya tekanan yang ditimbulkan oleh volume darah yang masuk atrium kanan pada dinding atrium kanan sehingga dari sini terlihat pengaruh cairan tubuh intravaskuler terhadap tekanan sistolik (hukum Starling).  Dari fenomena-fenomena tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian hubungan jumlah penarikan cairan tubuh dengan tekanan darah di Instalasi Hemodialisis di RSUD Sumedang.

B. Rumusan Masalah
Tinggi dan meningkatnya jumlah penderita penyakit ginjal kronis diikuti dampak dari penyakit yang mempengaruhi kualitas hidup klien sehingga kebutuhan dasarnya mengalami gangguan. Penyakit ginjal kronis memerlukan terapi pengganti ginjal salah satunya hemodialisis. Setiap tindakan hemodialisis tidak terlepas dari mekanisme ultra filtrasi, yaitu penarikan cairan tubuh akibat penumpukan cairan tubuh.  Di Instalasi Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang ditemukan fenomena tingginya angka hipertensi pada pasien hemodialisis rutin sedangkan pada setiap hemodialisis dilakukan penarikan cairan tubuh. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat perumusan masalah sebagai berikut  “Apakah ada pengaruh penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah pada klien hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang?”
C. Tujuan
    1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah  pada klien hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
    2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui bagaimana karakteristik klien hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
2) Untuk mengidentifikasi tekanan darah klien hemodialisis sebelum dilakukan penarikan cairan di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
3) Untuk mengidentifikasi tekanan darah klien hemodialisis setelah dilakukan penarikan cairan di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
4) Untuk mengidentifikasi pengaruh jumlah penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah padan klien hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
D.  Manfaat Penelitian
1.  Manfaat Teoritik
Sebagai masukan dalam pengembangan ilmu khususnya di bidang Keperawatan Medikal Bedah yaitu klien dengan gangguan sistem perkemihan.
2.  Manfaat Praktis
Sebagai salah satu langkah program efektif dalam penatalaksanaan perawatan hipertensi yang merupakan komplikasi hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar