BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi
Karakteristik Responden Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
No
|
Karakteristik Responden
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1.
|
Usia
- Usia Pertengahan
- Usia Lanjut
|
25
4
|
86,4
13,6
|
2.
|
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
|
15
14
|
51,7
48,3
|
3.
|
Pekerjaan
- PNS
- Swasta
|
15
14
|
51,7
48,3
|
4.
|
Lama Dialisis
- < 2 tahun
- ≥ 2 tahun
|
14
15
|
51,7
48,3
|
5.
|
Berat Badan
- Berat Awal
• 39 – 48,9 kg
• 49 – 58,9 kg
• 59 – 68,9 kg
• 69 – 78,9 kg
|
5
11
11
2
|
17,2
38
38
6,8
|
|
- Berat Badan
Kering
• 35 – 44,9 kg
• 45 – 54,9 kg
• 55 – 64,9 kg
• 65 – 74,9 kg
|
3
11
10
5
|
10,3
38
34,5
17,2
|
6.
|
Ultra Filtrasi
- < 2,7 liter
- ≥ 2,7 liter
|
12
17
|
41,4
58,6
|
Hasil penelitian menunjukkan responden
sebagian besar berada pada kelompok usia pertengahan (86,4%), jenis kelamin
laki-laki (51,7%), bekerja sebagai PNS (51,7%), menjalani hemodialisis ≥ 2 tahun (51,7%), berat badan
awal sebelum dilakukan penarikan cairan tubuh berada pada rentang 49 – 68,9 kg (76%),
berat badan kering pada rentang 45 – 64,5 kg (72,5%) dan jumlah penarikan
cairan tubuh yang ≥ 2,7 liter (58,6%).
b. Tekanan Darah Responden Sebelum
Dilakukan Penarikan Cairan Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Tabel
4.2 Tekanan Darah Responden Sebelum Dilakukan Penarikan Cairan Tubuh Di
Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
No.
|
Tekanan Darah
|
Mean
|
Median
|
Standar
Deviasi
|
Min-Max
|
95% CI
|
1.
|
Sistolik
|
148,05
|
146,67
|
16,61
|
120-187
|
141,73-154,36
|
2.
|
Diastolik
|
89,31
|
90
|
9,39
|
73-113
|
85,74-92,88
|
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata tekanan
darah sistolik sebelum penarikan cairan tubuh adalah 148,05 mmHg dan rata-rata
tekanan diastolik adalah 89,31 mmHg.
c. Tekanan Darah Responden Setelah
Dilakukan Penarikan Cairan Tubuh Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Tabel
4.3 Tekanan Darah Responden Setelah Penarikan Cairan Tubuh Di Instalasi
Hemodialisis RSUD Sumedang
No.
|
Tekanan Darah
|
Mean
|
Median
|
Standar
Deviasi
|
Min-Max
|
95% CI
|
1.
|
Sistolik
|
142,86
|
140
|
25,58
|
100-190
|
133,13-152,59
|
2.
|
Diastolik
|
87,55
|
87
|
11,28
|
67-107
|
83,26-91,84
|
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata tekanan
darah sistolik setelah penarikan cairan tubuh adalah 142,86
mmHg dan rata-rata
tekanan diastolik adalah 87,55 mmHg.
2.
Analisis Bivariat
Tabel 4.4 Perbedaan Rata-Rata Tekanan Darah Responden Sebelum Dan Sesudah
Penarikan Cairan Tubuh Di Instalasi Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah
Sumedang
No
|
Variabel
|
Mean
|
SD
|
SE
|
P value
|
N
|
1.
|
Sistolik:
|
|
|
|
0,157
|
29
|
|
Sebelum
intervensi
|
148,05
|
16,61
|
3,08
|
||
|
Sesudah
intervensi
|
142,86
|
25,58
|
4,75
|
||
2.
|
Diastolik:
|
|
|
|
0,302
|
|
|
Sebelum
intervensi
|
89,31
|
9,39
|
1,74
|
||
|
Sesudah
intervensi
|
87,55
|
11,28
|
2,09
|
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik pada klien yang
menjalani hemodialisis rutin sebelum
penarikan cairan tubuh adalah 148,05 mmHg dengan standar deviasi 16,61
mmHg. Sesudah penarikan cairan rata-rata tekanan
sistoliknya adalah 142,86 mmHg dengan standar deviasi 25,58 mmHg. Hasil uji statistik didapatkan nilai p =
0,157.
Rata-rata tekanan darah
diastolik pada klien yang menjalani
hemodialisis rutin sebelum penarikan cairan tubuh adalah 89,31 mmHg dengan
standar deviasi 9,39 mmHg. Sesudah penarikan cairan rata-rata tekanan
diastoliknya adalah 87,55 mmHg dengan standar deviasi 11,28 mmHg. Hasil uji statistik didapatkan nilai p =
0,302.
Pengujian menggunakan T dependent test dengan
tingkat kepercayaan 95% atau nilai a = 0,05
diperoleh p value = 0,157 untuk sistolik dan p = 0,302 untuk diastolik. Hal tersebut berarti secara statistik
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara penarikan cairan tubuh pada klien dengan hemodialisis rutin terhadap tekanan darah di Instalasi Hemodialisis Rumah Sakit Umum Sumedang.
B.
Pembahasan
1.
Karakteristik Responden Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden
sebagian besar berada pada kelompok usia pertengahan (86,4%). Usia pertengahan dominan pada karakteristik
klien dengan hemodialisis. Hal ini disebabkan proses dari penyakit ginjal yang
timbul secara kronis, bertahap, sedikit demi sedikit dan progresif. Gagal ginjal kronis adalah
ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh
yang muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap
akhir dan hal ini memerlukan waktu lebih dari atau sama dengan tiga bulan
(Sukandar, 2006). Kelompok usia lanjut berhubungan erat dengan proses degeratif
kekakuan katup jantung, tidak elastistasnya pembuluh darah, tingkat morbiditas
dan mortalitas yang tinggi sehingga
tingkat survivalnya lebih rendah dibandingkan usia pertengahan. Glomerulonefritis
sebagai 60% penyebab gagal ginjal kronis lebih banyak diderita pada kelompok
usia 20-40 tahun (Sukandar, 2005).
Jenis kelamin laki-laki 51,7% dan ini
tidak menunjukkan adanya dominasi signifikan bila dibandingkan dengan
perempuan. Ada penyebab gagal ginjal kronis di luar ginjal yang dipengaruhi gender seperti pembesaran prostat yang
dapat menyebabkan nefropati obstruktif yang muncul pada pria. Glomerulonefritis
sebagai 60% penyebab gagal ginjal kronis lebih banyak diderita oleh pria (Sukandar,
2006).
Klien bekerja sebagai PNS 51,7% dan
ini tidak menunjukkan dominasi bila dibanding swasta. Jenis pekerjaan berhubungan dengan status
ekonomi yang berkaitan dengan asuransi dan berkaitan pula dengan keterpaparan
dari suatu penyebab gagal ginjal. Dengan menjalani hemodialisis, klien tidak mampu
lagi bekerja seperti sebelum dia mengalami sakit. Biaya cuci darah yang mahal dan tidak lagi
mampu bekerja seperti biasa menjadi masalah psikososial klien yang menjalani hemodialisis
rutin (Daurgidas, 2007).
Lama responden menjalani hemodialisis ≥ 2 tahun mempunyai persentase
51,7%, hal ini tidak menunjukkan dominasi signifikan dan berkaitan dengan tingkat
survival. Rata-rata lama responden menjalani hemodialisis di
RSU Sumedang adalah 2 tahun dan RSU
Sumedang memberikan pelayanan hemodialisis sejak tahun 2004.
Tindakan hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang hanya
menggantikan sebagian kecil dari fungsi ginjal.
Hanya sebagian kecil (20-30%) klien dengan gagal ginjal terminal
mendapat penanganan terapi pengganti ginjal (Sukandar, 2006).
Persentase berat badan awal sebelum
dilakukan penarikan cairan tubuh pada rentang 49 – 68,9 kg 76%, berat badan
kering pada rentang 45 – 64,5 kg 72,5% dan jumlah penarikan cairan tubuh yang ≥
2,7 liter 58,6%. Berat badan awal ini digunakan sebagai patokan untuk
menentukan peningkatan berat badan interdialitik yang pada akhirnya digunakan
untuk menentukan jumlah penarikan cairan tubuh/ultra filtrasi (Sukandar, 2006).
Berat badan kering adalah berat badan dengan parameter pada saat akhir dialisis
tidak ada edema dan normotensi serta terjadi kejang saat Ultra
Filtrasi dinaikkan (Sukandar, 2006). Berat
badan kering ini secara subjektif dirasakan enak oleh klien dan secara objektif
tidak terdapat overhidrasi dan saat di-UF tidak terjadi hipotensi. Berat badan kering menjadi pengurang dari
berat badan awal untuk menentukan ultra filtrasi. Berat badan kering ini ditentukan setelah 6 –
8 minggu menjalani hemodialisis rutin (Sukandar, 2006). Proses ultra
filtrasi merupakan eliminasi cairan (fluid removal) dari ruang ekstra selular
yang dapat dikendalikan dengan bantuan trans
membran pressure dan diperoleh dari selisih berat badan awal dan berat
badan kering (Sukandar, 2006).
2. Tekanan Darah Responden Sebelum
Dilakukan Penarikan Cairan Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa rata-rata
tekanan darah sistolik sebelum penarikan cairan tubuh adalah 148,05 mmHg, rata-rata tekanan
diastolik adalah 89,31 mmHg. Dari data tersebut diketahui bahwa tekanan
sistolik pada awal penarikan cairan tubuh cenderung hipertensi, dan tekanan
diastolik cenderung normotensi. Hal ini disebabkan diuresis pada
penyakit ginjal kronis mengalami anuri dan oliguri serta retensi natrium dan
air sehingga terjadi overhidrasi dan akhirnya akan meningkatkan tekanan
sistolik (O’Callaghan, 2009). Riset yang
dilakukan oleh Dasselar (2007) pada jurnal hemodialisis internasional
menunjukkan bahwa nilai tekanan darah sistolik sebelum hemodialisis yang didapat
dengan blood volume monitor adalah
148 ± 28 mmHg. Nilai diastoliknya adalah
75 ± 14 mmHg. Dengan alat hemoscan didapatkan data tekanan
sistolik predialysis adalah 144 ± 27
mmHg dan diastolik adalah 80 ± 12 mmHg. Hasil
penelitian ini menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda di mana terjadi
peningkatan tekanan darah sistolik.
Hipertensi pada klien dengan penyakit ginjal kronis disebabkan oleh
ekspansi volume cairan ekstraseluler, retensi natrium dan tonus vaskuler yang
tidak adekuat (Daurgidas, 2007).
Dari pembahasan
hasil penelitian, konsep dan riset sebelumnya di atas disimpulkan bahwa tekanan
darah sistolik dan sistolik sebelum dilakukan penarikan cairan mengalami
peningkatan pada sistolik, hal ini disebabkan karena pada gagal ginjal kronis
ginjal sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya secara ireversibel sehingga
menyebabkan kondisi overhidrasi karena retensi air dan garam (penurunan fungsi
filtrasi dan reabsorpsi) dan terjadi peningkatan angiotensin 2 akibat gangguan
sekresi rennin.
3. Tekanan Darah Klien Hemodialisis
Setelah Dilakukan Penarikan Cairan Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa rata-rata
tekanan darah sistolik setelah penarikan cairan tubuh adalah 142,86 mmHg rata-rata
tekanan diastolik adalah 87,55 mmHg.
Dari data tersebut diketahui tekanan darah sistolik masih tinggi dan diastolik yang normotensi dan keduanya
mengalami penurunan dari tekanan sebelum intervensi. Hal ini disebabkan penurunan volume cairan
intravaskuler yang akhirnya menurunkan tekanan darah (hukum Starling). Penurunan
tekanan darah ini sejalan dengan hasil riset
sebelumnya tentang cairan tubuh dan tekanan darah pada klien yang menjalani
hemodialisis yang disusun oleh Lubis (2008),
disimpulkan bahwa pada penelitian ini didapatkan hubungan korelasi yang positif
antara Total Body Water (%), Extra Cellular Water (Lt), Extra Cellular Water/Total Body Water (%) dan Extra Cellular Water/Intra Cellular Water (%) dengan derajat hipertensi sehingga saat
dilakukan penarikan cairan tubuh (cairan ekstraseluler: intravaskuler) maka
tekanan darah akan menurun. Hasil riset lain yang terdapat dalam jurnal
hemodialisis internasional yang dilakukan oleh Dasselar (2007)
didapatkan data tekanan
sistolik sesudah hemodialisis dengan menggunakan blood volume monitor adalah 129 ± 29 mmHg dan nilai diastoliknya
adalah 67 ± 9 mmHg. Dengan menggunakan
alat hemoscan, didapatkan data tekanan darah sistolik post HD 131 ± 22 mmHg dan
diastoliknya 70 ± 7 mmHg. Dari hasil
penelitian di atas didapatkan kesamaan, yaitu penurunan tekanan darah setelah
hemodialisis namun dengan nilai sistolik yang normotensi. Konsekuensi terpenting hukum Starling adalah
bahwa volume sekuncup ventrikel kiri dan kanan adalah sama (O’Callaghan,
2009). Saat volume intravaskuler
berkurang, maka volume darah akan berkurang sehingga jumlah darah yang masuk
atrium kanan akan berkurang dan tekanan yang ditimbulkannya terhadap dinding
atrium kanan akan berkurang dan tekanan ini akan sama dengan tekanan ventrikel
saat memompakan darah ke seluruh tubuh.
Dari pembahasan
hasil penelitian, konsep dan riset sebelumnya di atas disimpulkan bahwa tekanan
darah sistolik dan diastolik setelah penarikan cairan tubuh mengalami penurunan
dan ini disebabkan karena penurunan cairan intravaskuler yang akan menurunkan
volume darah yang masuk ke atrium kanan sehingga dinding atrium kanan
mendapatkan tekanan yang menurun dan ini akan sebanding dengan tekanan
ventrikel kiri saat memompakan darah ke seluruh tubuh. Cairan ekstra seluler berbanding lurus dengan
tekanan darah sehingga saat dilakukan penarikan cairan intravaskuler terjadi
penurunan jumlah cairan ekstra seluler dan ini menyebabkan penurunan tekanan
darah.
4. Pengaruh Jumlah Penarikan Cairan Tubuh Terhadap Tekanan Darah Pada Klien Hemodialisis Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Berdasarkan tabel 4.4
diketahui bahwa tidak
terdapat pengaruh signifikan antara penarikan cairan tubuh dengan tekanan darah
pada klien yang menjalani hemodialisis rutin di Instalasi Hemodialisis RSUD
Sumedang. Dari hasil
penelitian, konsep dan riset sebelumnya disimpulkan bahwa hasil pembahasan
tentang tidak signifikannya pengaruh penarikan cairan tubuh terhadap tekanan
darah adalah karena faktor yang mempengaruhi tekanan darah tidak
manunggal. Secara akumulatif,
faktor-faktor lain yang secara konsep tidak dominan menjadi berpengaruh
kuat. Walaupun tekanan darah setelah
intervensi menurun, namun hasilnya tidak signifikan. Penarikan cairan tubuh yang bervariasi akan
mempengaruhi tekanan darah secara variatif.
Penarikan ini akan meningkatkan tekanan darah pada klien dengan rennin
dependent.
Penarikan
cairan tubuh klien
hemodialisis dilakukan melalui penimbangan berat badan sebelum dilakukan
cuci darah rutin. Berat badan yang
didapat dikurangi berat badan kering.
Selisih yang didapatkan ditambah perkiraan normal salin yang masuk
(sekitar 200 cc) dan makan-minum selama dialisis. Berat badan kering adalah berat badan yang
dirasakan secara subjektif enak oleh pasien.
Data objektif berat badan kering adalah tidak adanya overhidrasi seperti
oedema, peningkatan vena jugularis, ronchi dan pada saat dilakukan penarikan
cairan (ultra filtrasi) tidak terjadi hipotensi, kram, muntah. Setiap pasien hemodialisis harus diketahui
berat badan keringnya. Pada umumnya
berat badan kering tercapai setelah 6-8 minggu prosedur dialisis regular (Sukandar, 2006).
Dengan dilakukan penarikan cairan tubuh sesuai
standar dalam rentang 0,4 – 6,4 liter (maksimal penarikan), terjadi penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik dari tekanan darah awal sebelum
ultrafiltrasi. Hal ini sejalan dengan riset sebelumnya yang dilakukan oleh
Lubis (2008), disimpulkan bahwa pada penelitian ini didapatkan hubungan
korelasi yang positif antara Total Body Water
(%), Extra Cellular Water (Lt), Extra Cellular Water/Total Body Water (%) dan Extra
Cellular Water/Intra Cellular Water (%) dengan derajat hipertensi sehingga
saat dilakukan penarikan cairan tubuh intravaskuler maka tekanan darah akan
menurun. Hasil penelitian ini sejalan
pula dengan hukum Frank Starling yang
menyatakan bahwa volume sekuncup ventrikel kiri dan kanan adalah sama
(O’Callaghan, 2009). Saat volume
intravaskuler berkurang, maka volume darah akan berkurang sehingga jumlah darah
yang masuk atrium kanan akan berkurang dan tekanan yang ditimbulkannya terhadap
dinding atrium kanan akan berkurang dan tekanan ini akan sama dengan tekanan
ventrikel saat memompakan darah ke seluruh tubuh.
Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga kali
treatment dialysis secara berurutan
dan data yang didapatkan diolah dan dianalisa dengan menggunakan software
statistik sehingga didapatkan hasil tidak terdapat pengaruh signifikan antara
penarikan cairan tubuh dengan tekanan darah pada klien yang menjalani
hemodialisis rutin di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
Tidak signifikannya pengaruh penarikan cairan tubuh
terhadap tekanan darah pada klien yang menjalani hemodialisis rutin di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang ini
karena adanya keterbatasan penelitian dalam hal populasi dan rancangan
penelitian. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah klien yang
menjalani hemodialisis rutin beberapa diantaranya adalah jumlah cairan tubuh,
aktivasi rennin, stimulasi saraf simpatis, usia, penyakit penyerta.
Jumlah cairan tubuh merupakan faktor yang
paling dominan dalam mempengaruhi tekanan darah pada klien dengan hemodialisis.
Sekitar 50% hipertensi disebabkan oleh status cairan tubuh (Sukandar, 2006). Price (2006) menyebutkan lebih dari 90%
hipertensi adalah volume dependent. Hal ini didukung oleh teori hukum Starling
dan penelitian sebelumnya yang dilakukan Lubis (2008). Cairan tubuh yang
ditarik saat dilakukan hemodialisis (ultra filtrasi) didapat dari selisih berat
badan sebelum hemodialisis dan berat badan kering sehingga jumlah penarikan
cairan tubuh akan mempengaruhi tekanan darah.
Saat hemodialisis terdapat sirkulasi ekstra
korporeal dan ultra filtrasi sehingga ini akan menurunkan perfusi ginjal. Penurunan perfusi ini akan merangsang
aparatus jugsta glomerulus yang terletak
diantara arteriol aferen dan kapsul bowman untuk menghasilkan renin. Renin ini akan mengubah angiotensinogen dari
hepar menjadi angiotensin I yang dikonversi oleh ACE menjadi angiotensin II
yang akan meningkatkan tekanan darah melalui 3 mekanisme yaitu vasokonstriktor
terhadap pembuluh darah sistemik, stimulasi aldosteron dalam retensi air dan
natrium dan merangsang ginjal reabsorpsi natrium. Dengan mekanisme ini, penurunan volume cairan
tubuh akan meningkatkan tekanan darah. Klien dengan cuci darah rutin mengalami
ketergantungan terhadap alat dan menderita penyakitnya seumur hidup yang
mendapatkan vonis tidak akan sembuh kembali. Pada klien yang inisiasi
hemodialsis, hal ini akan mempengaruhi tekanan darah melalui aktivasi simpatis. Bersama dengan aktivasi saraf simpatis,
rennin menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan porsi 14% (Sukandar, 2006).
Faktor usia mempengaruhi tekanan darah pada
pembuluh darah dan jantung akibat proses degeneratif. Pembuluh darah menjadi kaku dan jantung
mengalami pembesaran. Tekanan darah ini
berbanding lurus dengan usia. Pada klien
dengan hemodialisis, faktor usia ini semakin terakselerasi. Terdapat penyakit penyerta tertentu pada
klien yang menjalani hemodialisis rutin yang dapat mempengaruhi tekanan
darah. Sepsis akan menurunkan tekanan
darah.
C. Keterbatasan Penelitian
Proses pengumpulan data
1.
Penentuan
kriteria inklusi
Pada populasi, rentang usia pertengahan dan usia
lanjut cukup luas sehingga menimbulkan tekanan darah yang bervariasi. Status
cairan tubuh pada usia lanjut akan lebih berkurang. Jumlah penarikan cairan
yang variatif mempengaruhi tekanan darah secara variatif. Penentuan berat badan kering adalah sulit
karena memerlukan waktu yang lama (6-8 minggu), harus senantiasa dievaluasi dan
merupakan pernyataan subjektif dari klien yang sifatnya individual.
2.
Instrumen
penelitian
Instrument yang digunakan untuk mengukur tekanan
darah adalah tensimeter air raksa sehingga nilai yang dihasilkan mengalami
pembulatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar