Jumat, 10 Agustus 2012

skripsi bab IV


BAB  IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Penelitian
1.   Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Tabel 4.1  Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang

No
Karakteristik Responden
Frekuensi 
Persentase

1.

Usia
- Usia Pertengahan
- Usia Lanjut
           

25
4


86,4
13,6

2.

Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan


15
14


51,7
48,3

3.
Pekerjaan
- PNS
- Swasta

15
14


51,7
48,3

4.

Lama Dialisis
- < 2 tahun
- ≥ 2 tahun


14
15


51,7
48,3

5.
Berat Badan
- Berat Awal
• 39 – 48,9 kg
• 49 – 58,9 kg
• 59 – 68,9 kg
• 69 – 78,9 kg


5
11
11
2

17,2
38
38
6,8

- Berat Badan Kering
  • 35 – 44,9 kg
  • 45 – 54,9 kg
  • 55 – 64,9 kg
  • 65 – 74,9 kg

3
11
10
5

10,3
38
34,5
17,2

6.

Ultra Filtrasi
- < 2,7 liter
- ≥ 2,7 liter



12
17



41,4
58,6


Hasil penelitian menunjukkan responden sebagian besar berada pada kelompok usia pertengahan (86,4%), jenis kelamin laki-laki (51,7%), bekerja sebagai PNS   (51,7%), menjalani  hemodialisis ≥ 2 tahun (51,7%), berat badan awal sebelum dilakukan penarikan cairan tubuh berada pada rentang 49 – 68,9 kg (76%), berat badan kering pada rentang 45 – 64,5 kg (72,5%) dan jumlah penarikan cairan tubuh yang ≥ 2,7 liter (58,6%).
b. Tekanan Darah Responden Sebelum Dilakukan Penarikan Cairan Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Tabel 4.2 Tekanan Darah Responden Sebelum Dilakukan Penarikan Cairan Tubuh Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
No.
Tekanan Darah
Mean
Median
Standar Deviasi
Min-Max
95% CI

1.
Sistolik
148,05
146,67
16,61
120-187
141,73-154,36

2.

Diastolik
89,31
90
9,39
73-113
85,74-92,88

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik sebelum penarikan cairan tubuh  adalah 148,05 mmHg dan  rata-rata tekanan diastolik adalah 89,31 mmHg.
c. Tekanan Darah Responden Setelah Dilakukan Penarikan Cairan Tubuh Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Tabel 4.3 Tekanan Darah Responden Setelah Penarikan Cairan Tubuh Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
No.
Tekanan Darah
Mean
Median
Standar Deviasi
Min-Max
95% CI

1.
 Sistolik
142,86
140
25,58
100-190
133,13-152,59
2.
Diastolik
87,55
87
11,28
67-107
83,26-91,84

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik setelah penarikan cairan tubuh adalah 142,86 mmHg dan rata-rata tekanan diastolik adalah 87,55 mmHg.
2.  Analisis Bivariat
Tabel 4.4 Perbedaan Rata-Rata Tekanan Darah Responden Sebelum Dan Sesudah Penarikan Cairan Tubuh Di Instalasi Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang
No
Variabel
Mean
SD
SE
P value
N
1.
Sistolik:






0,157
29

Sebelum intervensi
148,05
16,61
3,08

Sesudah intervensi
142,86
25,58
4,75
2.
Diastolik:





0,302

Sebelum intervensi
89,31
9,39
1,74


Sesudah intervensi

87,55

11,28

2,09

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik pada klien yang menjalani  hemodialisis rutin sebelum penarikan cairan tubuh adalah 148,05 mmHg dengan standar deviasi 16,61 mmHg.  Sesudah  penarikan cairan rata-rata tekanan sistoliknya adalah 142,86 mmHg dengan standar deviasi 25,58 mmHg.  Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,157. 
Rata-rata tekanan darah diastolik pada klien yang menjalani  hemodialisis rutin sebelum penarikan cairan tubuh adalah 89,31 mmHg dengan standar deviasi 9,39 mmHg.  Sesudah  penarikan cairan rata-rata tekanan diastoliknya adalah 87,55 mmHg dengan standar deviasi 11,28 mmHg.  Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,302.
Pengujian menggunakan T dependent test dengan tingkat kepercayaan 95%   atau nilai a = 0,05  diperoleh p value = 0,157 untuk sistolik dan p = 0,302 untuk diastolik.    Hal tersebut berarti secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penarikan cairan tubuh pada klien dengan hemodialisis rutin terhadap tekanan darah di Instalasi Hemodialisis Rumah Sakit Umum Sumedang.
B.   Pembahasan
1. Karakteristik Responden Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden sebagian besar berada pada kelompok usia pertengahan (86,4%).  Usia pertengahan dominan pada karakteristik klien dengan hemodialisis. Hal ini disebabkan proses dari penyakit ginjal yang timbul secara kronis, bertahap, sedikit demi sedikit dan progresif. Gagal ginjal kronis adalah ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh yang muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir dan hal ini memerlukan waktu lebih dari atau sama dengan tiga bulan (Sukandar, 2006). Kelompok usia lanjut berhubungan erat dengan proses degeratif kekakuan katup jantung, tidak elastistasnya pembuluh darah, tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi  sehingga tingkat survivalnya lebih rendah dibandingkan usia pertengahan. Glomerulonefritis sebagai 60% penyebab gagal ginjal kronis lebih banyak diderita pada kelompok usia 20-40 tahun (Sukandar, 2005).
Jenis kelamin laki-laki 51,7% dan ini tidak menunjukkan adanya dominasi signifikan bila dibandingkan dengan perempuan. Ada penyebab gagal ginjal kronis di luar ginjal yang dipengaruhi gender seperti pembesaran prostat yang dapat menyebabkan nefropati obstruktif yang muncul pada pria. Glomerulonefritis sebagai 60% penyebab gagal ginjal kronis lebih banyak diderita oleh pria (Sukandar, 2006).
Klien bekerja sebagai PNS 51,7% dan ini tidak menunjukkan dominasi bila dibanding swasta.  Jenis pekerjaan berhubungan dengan status ekonomi yang berkaitan dengan asuransi dan berkaitan pula dengan keterpaparan dari suatu penyebab gagal ginjal. Dengan menjalani hemodialisis, klien tidak mampu lagi bekerja seperti sebelum dia mengalami sakit.  Biaya cuci darah yang mahal dan tidak lagi mampu bekerja seperti biasa menjadi masalah psikososial klien yang menjalani hemodialisis rutin (Daurgidas, 2007).
Lama responden menjalani  hemodialisis ≥ 2 tahun mempunyai persentase 51,7%, hal ini tidak menunjukkan dominasi signifikan dan berkaitan dengan tingkat survival. Rata-rata lama responden menjalani hemodialisis di RSU Sumedang adalah 2 tahun dan  RSU Sumedang memberikan pelayanan hemodialisis sejak tahun 2004.  Tindakan hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang hanya menggantikan sebagian kecil dari fungsi ginjal.  Hanya sebagian kecil (20-30%) klien dengan gagal ginjal terminal mendapat penanganan terapi pengganti ginjal (Sukandar, 2006).
Persentase berat badan awal sebelum dilakukan penarikan cairan tubuh pada rentang 49 – 68,9 kg 76%, berat badan kering pada rentang 45 – 64,5 kg 72,5% dan jumlah penarikan cairan tubuh yang ≥ 2,7 liter 58,6%. Berat badan awal ini digunakan sebagai patokan untuk menentukan peningkatan berat badan interdialitik yang pada akhirnya digunakan untuk menentukan jumlah penarikan cairan tubuh/ultra filtrasi (Sukandar, 2006). Berat badan kering adalah berat badan dengan parameter pada saat akhir dialisis tidak ada edema dan normotensi serta terjadi kejang saat Ultra Filtrasi dinaikkan (Sukandar, 2006). Berat badan kering ini secara subjektif dirasakan enak oleh klien dan secara objektif tidak terdapat overhidrasi dan saat di-UF tidak terjadi hipotensi.  Berat badan kering menjadi pengurang dari berat badan awal untuk menentukan ultra filtrasi.  Berat badan kering ini ditentukan setelah 6 – 8 minggu menjalani hemodialisis rutin (Sukandar, 2006). Proses ultra filtrasi  merupakan eliminasi cairan (fluid removal) dari ruang ekstra selular yang dapat dikendalikan dengan bantuan trans membran pressure dan diperoleh dari selisih berat badan awal dan berat badan kering (Sukandar, 2006).
2. Tekanan Darah Responden Sebelum Dilakukan Penarikan Cairan Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa rata-rata tekanan darah sistolik sebelum penarikan cairan tubuh  adalah 148,05 mmHg, rata-rata tekanan diastolik adalah 89,31 mmHg.  Dari data tersebut diketahui bahwa tekanan sistolik pada awal penarikan cairan tubuh cenderung hipertensi, dan tekanan diastolik cenderung normotensi. Hal ini disebabkan diuresis pada penyakit ginjal kronis mengalami anuri dan oliguri serta retensi natrium dan air sehingga terjadi overhidrasi dan akhirnya akan meningkatkan tekanan sistolik (O’Callaghan, 2009).  Riset yang dilakukan oleh Dasselar (2007) pada jurnal hemodialisis internasional menunjukkan bahwa nilai tekanan darah sistolik sebelum hemodialisis yang didapat dengan blood volume monitor adalah 148 ± 28 mmHg.  Nilai diastoliknya adalah 75 ± 14 mmHg.  Dengan alat hemoscan didapatkan data tekanan sistolik predialysis adalah 144 ± 27 mmHg dan diastolik adalah 80 ± 12 mmHg.  Hasil penelitian ini menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda di mana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik.  Hipertensi pada klien dengan penyakit ginjal kronis disebabkan oleh ekspansi volume cairan ekstraseluler, retensi natrium dan tonus vaskuler yang tidak adekuat (Daurgidas, 2007). 
Dari pembahasan hasil penelitian, konsep dan riset sebelumnya di atas disimpulkan bahwa tekanan darah sistolik dan sistolik sebelum dilakukan penarikan cairan mengalami peningkatan pada sistolik, hal ini disebabkan karena pada gagal ginjal kronis ginjal sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya secara ireversibel sehingga menyebabkan kondisi overhidrasi karena retensi air dan garam (penurunan fungsi filtrasi dan reabsorpsi) dan terjadi peningkatan angiotensin 2 akibat gangguan sekresi rennin.
3. Tekanan Darah Klien Hemodialisis Setelah Dilakukan Penarikan Cairan Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa rata-rata tekanan darah sistolik setelah penarikan cairan tubuh adalah 142,86 mmHg rata-rata tekanan diastolik adalah 87,55 mmHg. Dari data tersebut diketahui tekanan darah sistolik masih tinggi dan diastolik yang normotensi dan keduanya mengalami penurunan dari tekanan sebelum intervensi.  Hal ini disebabkan penurunan volume cairan intravaskuler yang akhirnya menurunkan tekanan darah (hukum Starling). Penurunan tekanan darah ini sejalan dengan hasil riset sebelumnya tentang cairan tubuh dan tekanan darah pada klien yang menjalani hemodialisis yang disusun oleh Lubis (2008), disimpulkan bahwa pada penelitian ini didapatkan hubungan korelasi yang positif antara Total Body Water (%), Extra Cellular Water (Lt), Extra Cellular Water/Total Body Water (%) dan Extra Cellular Water/Intra Cellular Water (%) dengan derajat hipertensi sehingga saat dilakukan penarikan cairan tubuh (cairan ekstraseluler: intravaskuler) maka tekanan darah akan menurun.  Hasil riset lain yang terdapat dalam jurnal hemodialisis internasional yang dilakukan oleh Dasselar (2007) didapatkan data tekanan sistolik sesudah hemodialisis dengan menggunakan blood volume monitor adalah 129 ± 29 mmHg dan nilai diastoliknya adalah 67 ± 9 mmHg.  Dengan menggunakan alat hemoscan, didapatkan data tekanan darah sistolik post HD 131 ± 22 mmHg dan diastoliknya 70 ± 7 mmHg.  Dari hasil penelitian di atas didapatkan kesamaan, yaitu penurunan tekanan darah setelah hemodialisis namun dengan nilai sistolik yang normotensi.  Konsekuensi terpenting hukum Starling adalah bahwa volume sekuncup ventrikel kiri dan kanan adalah sama (O’Callaghan, 2009).  Saat volume intravaskuler berkurang, maka volume darah akan berkurang sehingga jumlah darah yang masuk atrium kanan akan berkurang dan tekanan yang ditimbulkannya terhadap dinding atrium kanan akan berkurang dan tekanan ini akan sama dengan tekanan ventrikel saat memompakan darah ke seluruh tubuh.
Dari pembahasan hasil penelitian, konsep dan riset sebelumnya di atas disimpulkan bahwa tekanan darah sistolik dan diastolik setelah penarikan cairan tubuh mengalami penurunan dan ini disebabkan karena penurunan cairan intravaskuler yang akan menurunkan volume darah yang masuk ke atrium kanan sehingga dinding atrium kanan mendapatkan tekanan yang menurun dan ini akan sebanding dengan tekanan ventrikel kiri saat memompakan darah ke seluruh tubuh.  Cairan ekstra seluler berbanding lurus dengan tekanan darah sehingga saat dilakukan penarikan cairan intravaskuler terjadi penurunan jumlah cairan ekstra seluler dan ini menyebabkan penurunan tekanan darah. 
4. Pengaruh Jumlah Penarikan Cairan Tubuh Terhadap Tekanan Darah Pada Klien Hemodialisis Di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui  bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara penarikan cairan tubuh dengan tekanan darah pada klien yang menjalani hemodialisis rutin di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang. Dari hasil penelitian, konsep dan riset sebelumnya disimpulkan bahwa hasil pembahasan tentang tidak signifikannya pengaruh penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah adalah karena faktor yang mempengaruhi tekanan darah tidak manunggal.  Secara akumulatif, faktor-faktor lain yang secara konsep tidak dominan menjadi berpengaruh kuat.  Walaupun tekanan darah setelah intervensi menurun, namun hasilnya tidak signifikan.  Penarikan cairan tubuh yang bervariasi akan mempengaruhi tekanan darah secara variatif.   Penarikan ini akan meningkatkan tekanan darah pada klien dengan rennin dependent. 
Penarikan cairan tubuh klien hemodialisis dilakukan melalui penimbangan berat badan sebelum dilakukan cuci darah rutin.  Berat badan yang didapat dikurangi berat badan kering.  Selisih yang didapatkan ditambah perkiraan normal salin yang masuk (sekitar 200 cc) dan makan-minum selama dialisis.  Berat badan kering adalah berat badan yang dirasakan secara subjektif enak oleh pasien.  Data objektif berat badan kering adalah tidak adanya overhidrasi seperti oedema, peningkatan vena jugularis, ronchi dan pada saat dilakukan penarikan cairan (ultra filtrasi) tidak terjadi hipotensi, kram, muntah. Setiap pasien hemodialisis harus diketahui berat badan keringnya.  Pada umumnya berat badan kering tercapai setelah 6-8 minggu prosedur dialisis regular (Sukandar, 2006). 
Dengan dilakukan penarikan cairan tubuh sesuai standar dalam rentang 0,4 – 6,4 liter (maksimal penarikan), terjadi penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik dari tekanan darah awal sebelum ultrafiltrasi. Hal ini sejalan dengan riset sebelumnya yang dilakukan oleh Lubis (2008), disimpulkan bahwa pada penelitian ini didapatkan hubungan korelasi yang positif antara Total Body Water (%), Extra Cellular Water (Lt), Extra Cellular Water/Total Body Water (%) dan Extra Cellular Water/Intra Cellular Water (%) dengan derajat hipertensi sehingga saat dilakukan penarikan cairan tubuh intravaskuler maka tekanan darah akan menurun. Hasil  penelitian ini sejalan pula dengan hukum Frank Starling  yang menyatakan bahwa volume sekuncup ventrikel kiri dan kanan adalah sama (O’Callaghan, 2009).  Saat volume intravaskuler berkurang, maka volume darah akan berkurang sehingga jumlah darah yang masuk atrium kanan akan berkurang dan tekanan yang ditimbulkannya terhadap dinding atrium kanan akan berkurang dan tekanan ini akan sama dengan tekanan ventrikel saat memompakan darah ke seluruh tubuh. 
Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga kali treatment dialysis secara berurutan dan data yang didapatkan diolah dan dianalisa dengan menggunakan software statistik sehingga didapatkan hasil tidak terdapat pengaruh signifikan antara penarikan cairan tubuh dengan tekanan darah pada klien yang menjalani hemodialisis rutin di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang.
Tidak signifikannya pengaruh penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah pada klien yang menjalani hemodialisis rutin di Instalasi Hemodialisis RSUD Sumedang ini karena adanya keterbatasan penelitian dalam hal populasi dan rancangan penelitian. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah klien yang menjalani hemodialisis rutin beberapa diantaranya adalah jumlah cairan tubuh, aktivasi rennin, stimulasi saraf simpatis, usia, penyakit penyerta.
Jumlah cairan tubuh merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi tekanan darah pada klien dengan hemodialisis. Sekitar 50% hipertensi disebabkan oleh status cairan tubuh (Sukandar, 2006).  Price (2006) menyebutkan lebih dari 90% hipertensi adalah volume dependent.  Hal ini didukung oleh teori hukum Starling dan penelitian sebelumnya yang dilakukan Lubis (2008). Cairan tubuh yang ditarik saat dilakukan hemodialisis (ultra filtrasi) didapat dari selisih berat badan sebelum hemodialisis dan berat badan kering sehingga jumlah penarikan cairan tubuh akan mempengaruhi tekanan darah.
Saat hemodialisis terdapat sirkulasi ekstra korporeal dan ultra filtrasi sehingga ini akan menurunkan perfusi ginjal.  Penurunan perfusi ini akan merangsang aparatus jugsta glomerulus  yang terletak diantara arteriol aferen dan kapsul bowman untuk menghasilkan renin.  Renin ini akan mengubah angiotensinogen dari hepar menjadi angiotensin I yang dikonversi oleh ACE menjadi angiotensin II yang akan meningkatkan tekanan darah melalui 3 mekanisme yaitu vasokonstriktor terhadap pembuluh darah sistemik, stimulasi aldosteron dalam retensi air dan natrium dan merangsang ginjal reabsorpsi natrium.  Dengan mekanisme ini, penurunan volume cairan tubuh akan meningkatkan tekanan darah. Klien dengan cuci darah rutin mengalami ketergantungan terhadap alat dan menderita penyakitnya seumur hidup yang mendapatkan vonis tidak akan sembuh kembali. Pada klien yang inisiasi hemodialsis, hal ini akan mempengaruhi tekanan darah melalui aktivasi simpatis.  Bersama dengan aktivasi saraf simpatis, rennin menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan porsi 14% (Sukandar, 2006).
Faktor usia mempengaruhi tekanan darah pada pembuluh darah dan jantung akibat proses degeneratif.  Pembuluh darah menjadi kaku dan jantung mengalami pembesaran.  Tekanan darah ini berbanding lurus dengan usia.  Pada klien dengan hemodialisis, faktor usia ini semakin terakselerasi.  Terdapat penyakit penyerta tertentu pada klien yang menjalani hemodialisis rutin yang dapat mempengaruhi tekanan darah.  Sepsis akan menurunkan tekanan darah.
C. Keterbatasan Penelitian
Proses pengumpulan data
1.                    Penentuan kriteria inklusi
Pada populasi, rentang usia pertengahan dan usia lanjut cukup luas sehingga menimbulkan tekanan darah yang bervariasi. Status cairan tubuh pada usia lanjut akan lebih berkurang. Jumlah penarikan cairan yang variatif mempengaruhi tekanan darah secara variatif.  Penentuan berat badan kering adalah sulit karena memerlukan waktu yang lama (6-8 minggu), harus senantiasa dievaluasi dan merupakan pernyataan subjektif dari klien yang sifatnya individual.
2.                  Instrumen penelitian 
Instrument yang digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah tensimeter air raksa sehingga nilai yang dihasilkan mengalami pembulatan.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar